a. Kondisi Saat Ini
UU 22/2009 menegaskan bahwa “negara bertanggung jawab atas lalu-lintas dan angkutan jalan”, sedangkan “pemerintah melaksanakan pembinaannya” (perencanaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan) (pasal 5 ayat 1-2). Lima kementerian berkumpul bersama memikul tanggung jawab pembinaan tersebut. Kementerian Perhubungan bertanggung jawab dalam pembinaan sarana dan prasarana lalu-lintas dan angkutan jalan (pasal 5 ayat 3). Salah satu indikator kemajuan pelayanan angkutan umum dalam bentuk ketersediaan angkutan massal yang berkualitas dijelaskan oleh UU 22/2009, “Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan” (pasal 158 ayat 1). Pasal ini menuntut pemerintah bekerja dengan sistem kelembagaan yang efektif agar maksud regulasi tersebut tercapai.
Sayang, kelembagaan yang lemah merupakan suatu sumber permasalahan yang menjadi sorotan dalam sistem transportasi perkotaan di Indonesia (World Bank, 2006) . Kelembagaan dalam sektor transportasi kurang berfungsi dengan baik karena kurang terorganisir, akibat tumpang tindih, pertentangan kepentingan, serta penegakan hukum yang lemah. Perizinan sebagai indikator efektifitas pelayanan birokrasi transportasi perkotaan masih perlu terus dibenahi (Tabel 1). Khusus dalam kelembagaan di tingkat daerah (kota), sumber daya yang tersedia saat ini sangat terbatas, baik berupa tenaga ahli maupun modal investasi. Meskipun demikian, di beberapa kota di Indonesia, pemerintah daerah sebagai regulator secara efektif mulai meningkatkan efektifitas kewenangannya melalui sistem organisasi efektif yang mampu melakukan pengendalian sistem transportasi perkotaannya .
b. Visi/ Pencapaian Tujuan
Visi individu dan kelembagaan yang ingin dicapai adalah:
•Mekanisme kelembagaan yang efektif (diisi individu yang bertaqwa, jujur, cerdas, santun, terbuka, lugas) dan optimal (target pencapaian jelas, koordinasi maksimal, kesalahan minimal, proses terukur, apresiasi tinggi).
•Koordinasi dalam perencanaan dan pengelolaan sistem transportasi perkotaan (optimalisasi pelayanan angkutan umum, pembatasan kendaraan pribadi, perbaikan NMT, angkutan barang dan integrasi antar moda) berjalan maksimal.
•Mekanisme rentang kendali yang berjalan baik (vertikal dan horisontal) berjalan dengan efisien.
•Mencegah ekonomi biaya tinggi karena sulitnya perizinan dan pungli tetapi mendorong kemudahan investasi dan perbaikan pelayanan terhadap semua sektor moda transportasi perkotaan.
c. Strategi
Strategi perbaikan kelembagaan transportasi perkotaan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor sukses dan tahapannya. Strategi perbaikan kelembagaan dilakukan terhadap angkutan umum, angkutan barang, pembagian kewenangan pusat- daerah dan kelembagaan untuk investasi.
1. Faktor-faktor sukses kelembagaan angkutan umum
Manajemen angkutan umum yang efektif, dapat dicapai melalui :
• Perlunya sebuah kemauan politik yang sangat kuat secara keseluruhan. Hal ini tercermin dari visi dan motto transportasi perkotaan yang jelas.
• Kerangka regulasi dan kebijakan yang memiliki dasar hukum untuk menetapkan kewajiban bagi stakeholder transportasi perkotaan, melalui mekanisme teguran dan insentif yang tepat. Kebijakan dalam bentuk Masterplan Transportasi Perkotaan harus tersedia dan secara bertahap dan konsisten terimplementasikan.
• Hukum yang koheren. Keseragaman kebijakan yang diambil dari atas mulai pemerintah pusat (menhub), pemerintah kota (walikota) sampai jajaran pelaksana dibawah seirama dalam implementasi prioritas pengembangan transportasi perkotaan.
• Pengawasan yang efektif. Pengawasan dilakukan terhadap tahapan perencanaan, administrasi, hukum, kelembagaan,keuangan dan manajemen melalui mekanisme yang transparan, tidak pandang bulu, rutin, teratur dan bertahap.
• Pemisahan fungsi kewenangan yang tegas dan jelas antara berbagai tingkatan hierarki atau lembaga yang terkait
2. Tahapan Evolusi Kelembagaan Angkutan Umum
Tahapan pengembangan instusional angkutan umum dilakukan dalam 4 (empat) tahapan, yaitu meliputi:
Tahap1: Kondisi eksisting institusi angkutan umum saat ini, dimana angkutan umum didominasi oleh angkutan individual. Angkutan umum berada di bawah proses perizinan dan pengawasan dari Dinas Perhubungan (Dishub) daerah. Dalam keadaan saat ini, perencanaan dan pengawasan operasional angkutan umum sangat lemah, karena kebijakan tidak mengikat kepada anggotanya.
Tahap 2: Tahap ini telah dilakukan konsolidasi dalam bentuk perkuatan legislasi, sehingga angkutan umum berbentuk perusahaan yang memiliki tanggung jawab yang lebih jelas, dan mengikat seluruh anggotanya. Pada tahap ini, Dishub sudah membentuk UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) untuk menangani implmentasi penerapan SPM (standar pelayanan minimum) Bus, BRT, dan semua moda angkutan umum lainnya, melakukan kontrak perjanjian operasional dengan para operator (berbentuk perusahaan) termasuk melakukan pelelangan dengan dasar kualitas (quality based licencing).
Tahap 3: Tahap ini telah menempatkan satu badan berupa “management company” untuk melakukan proses impelmentasi SPM, lelang dan kontrak kepada seluruh operator angkutan umum. Outsourcing dilakukan karena sudah sedemikian kompleksnya persoalan yang ditangani oleh UPTD dan semakin tingginya tuntutan kualitas. UPTD memberikan kontrak pekerjaan kepada management company dalam bentuk penugasan dengan jangka waktu tertentu, dengan lelang atas beberapa peserta tender dengan dasar kualitas terbaik dan harga yang paling kompetitif.
Tahap 4: Tahap ini berupa pengembangan tahap 3, karena UPTD saat itu telah dikembangkan untuk melayani bukan saja angkutan umum tetapi juga menangani TDM (transportation demand management), sehingga memerlukan management company tersendiri
Proses evolusi institusional angkutan umum dijelaskan pada sub bab angkutan umum.
3. Pembentukan Otoritas Angkutan Umum
Pembentukan Otoritas Angkutan Umum dilakukan untuk mengatasi berbagai berbagai keterbatasan sumber daya, keterbatasan kemampuan administrasi dan tekanan politik pemerintah dalam jangka pendek. Otonomi memiliki kebebasan untuk mengelola sumber daya tersebut dengan cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan.
Pengembangan transportasi wilayah aglomerasi, seperti Jabodetabek, Gerbang Kartosusilo, Mebidang membutuhkan kerja sama lintas perkotaan karena pelayanan transportasi harus menembus batas-batas kewenangan administratif. Pembahasan Otoritas Jasa Transportasi telah disinggung dalam penjelasan bab angkutan umum.
Otoritas Transportasi Perkotaan (OTP) merupakan kerja sama antar wilayah dengan sasaran mencapai target sebesar-besarnya bagi pelayanan transportasi terhadap seluruh wilayah (aglomerasi), menghindari ketimpangan antar wilayah dan membagi peran kerja sama dan pendanaan. OTP dapat membentuk Badan Kerja sama Angkutan Umum (BKAU, Public Transport Council) yang berada dalam tanggung jawab OTP. Peran OTP dan BKAU dijelaskan dalam skema sebagaimana pada gambar 1.
- Pembagian Tugas
Tugas dari pemegang pemerintah daerah, otoritas transportasi dan operator secara jelas didefinisikan sebagai berikut:
Pemerintah daerah mengambil keputusan yang strategis, termasuk mengembangkan kebijakan angkutan umum yang komprehensif dan rencana implmentasi (action plan).
Pemegang otoritas angkutan umum adalah komunikator antara pemerintah dan operator serta bertanggung jawab atas semua keputusan yang taktis, pada dasarnya menerapkan segala kebijakan pemerintah mengenai angkutan umum.
Operator angkutan umum, baik milik pemerintah (BUMN) maupun swasta, merupakan pihak yang bertanggung jawab atas operasional dan tidak terlibat dalam perencanaan. Pemisahan tanggung jawab ini dilakukan untuk memastikan bahwa manfaat kompetisi sehat antar operator dapat benar-benar terjadi dalam koridor yang diarahkan, dibantu dan didorong secara sehat.
Dewan pengawas independen, yang terdiri dari wakil dari pemerintah terpilih, operator angkutan umum, pengguna angkutan umum dan tokoh masyarakat (ulama) harus mengawasi pemegang otoritas untuk memastikan pengendalian atas seluruh kebijakan transportasi dan penggunaan dana untuk mendukung pengembangan pelayanan angkutan umum, tanpa adanya penyelewengan.
- Peran OJT dan PTC
Pembagian peran antara OJT dan PTC dikakukan melalui mekanisme:
a) Dibentuk di bawah arahan kementerian perhubungan.
b) Sumber daya berasal dari personil ahli transportasi dan berpengalaman dari beberapa kota/ pemerintah daerah
c) Fungsi utama OJT adalah untuk :
mengkoordinasikan perencanaan transportasi pada tingkat pemerintah setempat yang tergabung ke dalamperencanaan transportasi daerah,
melakukan penelitian dan survey untuk perencanaan transportasi,
mengkoordinasikan penelitian di wilayah yang akan digunakan untuk perencanaan transportasi terpadu, dan
menyusun perencanaan transportasi terpadu, termasuk pengembangan jaringan jalan, pengembangan rel kereta api (MRT, LRT dan kereta bawah tanah), manajemen lalu-lintas dan manajemen sistem angkutan umum
d) Public Transport Council, adalah sebuah organisasi yang dibentuk mengawasi permasalahan angkutan umum dan memiliki tanggung jawab utama untuk :
merencanakan trayek angkutan umum sesuai dengan kebutuhan perjalanan (demand)
menetapkan standard pelayanan minimum (SPM) pelayanan angkutan umum,
menerbitkan izin dan mengontrol angkutan umum dengan izin trayek bus, izin usaha angkutan umum, izin pengembangan terminal bus, dan sebagainya,
menetapkan rumusan tarif angkutan umum untuk mendapatkan pengesahan dari pemerintah daerah
e) Sekretariat permanen dibentuk untuk mendukung komisi dan melakukan operasional sehari-hari. Pendanaan untuk komisi dan sekretariat harus dalam bentuk kontribusi dari anggota komisi
- Pendanaan
Kebutuhan pendanaan dapat dilakukan melalui pendapatan yang berasal dari road pricing dan biaya tambahan pada pajak bahan bakar dan kontribusi keuangan atau subsidi dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah daerah yang terkait.
Sebagai sebuah organisasi independen, bagaimanapun juga tugas utamanya adalah independen secara finansial dan perlu digarisbawahi bahwa info status keuangan adalah salah satu aspek yang paling penting. Sebagai perusahaan publik, juga dapat meningkatkan dana dari pasar modal dengan menerbitkan surat obligasi perusahaan .
4. Balai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
PP 38/2007 teleh menegaskan pembagian peran pemerintah pusat dan daerah dalam pembinaan sistem transportasi perkotaan. Tugas pembinaan transportasi pada jalan nasional berada pada kewenangan Kemenhub. Untuk merasionalisasikan pelaksanaan tugas tersebut agar dapat berfungsi dengan maksimal pemerintah perlu membentuk Balai Besar Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Tugas Balai Besar: melaksanakan perencanaan dan pengawasan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengendalian operasi dan pemeliharaan, pengendalian mutu dan pelayanan penyediaan bahan dan peralatan serta penatausahaan organisasi.
Fungsi Balai Besar LLAJ adalah:
• Penyiapan data dan informasi sebagai bahan penyusunan program penanganan lalu-lintas dan angkutan jalan nasional serta pelaksanaan perencanaan dan pengawasan teknis pembangunan prasarana lalu-lintas dan angkutan jalan
• Pelaksanaan konstruksi, pengendalian operasi dan pemeliharaan prasarana lalu-lintas dan angkutan jalan.
• Pelaksanaan penerapan sistem manajemen mutu dan pelaksaan konstruksi prasarana lalu-lintas dan angkutan jalan.
• Penyediaan, pemanfaatan, penyimpanan dan pemeliharaan bahan dan peralatan lalu-lintas dan angkutan jalan, serta pelaksanaan pengujian mutu konstruksi.
• Penatausahaan administrasi kepegawaian, organisasi dan tata laksana kerja, keuangan, barang milik/kekayaan negara dan urusan rumah tangga serta pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait.
5. Partisipasi Masyarakat
Unit Pemerintah tingkat lokal terkecil, seperti RT / RW dan kelurahan, ikut terlibat untuk memetakan kelayakan jalan lingkungan, yang meliputi kebutuhan akan trotoar, hambatan dan potensi untuk melakukan peningkatan jalan, perbaikan lapis permukaan jalan . perbaikan iklim skala mikro . Penyebaran dan integrasi dari proses pengembangan kebijakan termasuk beberapa kementerian yang memayungi sejumlah departemen pada kota dan tingkat provinsi. Menyelaraskan kebijakan antara para pelaku ini dianggap sebagai suatu kondisi untuk saling mendukung dan koordinasi yang diperlukan untuk keberhasilan menerapkan semua langkah-langkah kebijakan.
6. Institusi Pengelola Road Transport Fund
Road transport fund adalah dana yang diperoleh dari pengelolaan transport management tools (TDM, termasuk road pricing, parking management, dll). Masing-masing kementerian yang bertanggung jawab melakukan secara cermat upaya untuk memanfaatkan road transport fund untuk mengurangi penggunaan mobil pribadi dan sepeda motor melalui perbaikan sistem pelayanan angkutan umum dan NMT.
Road transport fund dapat dimanfaatkan untuk membangun gas alam yang terkompresi atau bahan bakar gas cair yang tersedia untuk bus, taksi serta mobil pribadi , termasuk jaringan stasiun pengisiannya diperluas hingga skala nasional.
Institusi pengelola ditetapkan dengan UU meliputi tokoh-tokoh lintas kementerian dan para tokoh masyarakat yang amanah, dengan maksud agar mendahulukan kepentingan masyarakat umum, dan agar dana tersebut bukan hanya untuk kepentingan orang-orang kaya, khususnya fokus dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing pelayanan angkutan umum perkotaan, sehingga dapat menekan biaya transportasi.
7. Institusi Pengendali Dampak Transportasi
Kementerian yang bertanggung jawab atas masterplan transportasi perkotaan, perencanaan kota dan penggunaan lahan dan pemberian izin mendirikan bangunan memberikan dampak transportasi yang menjadi faktor penting sebagai bahan pertimbangan. Bangunan dengan ukuran yang lebih besar harus diberi upaya untuk meminimalkan dampak negatif lalu lintas di sekitarnya dan memberikan langkah-langkah untuk mengatasi perubahan pola permintaan transportasi .
8. Keseriusan Penegakkan Hukum
Kepolisian RI dan semua bagian lain yang terkait dalam penegakan hukum didorong untuk membuat sebuah sistem pencegahan pelanggaran peraturan lalu lintas, dan pengawasan “push” kendaraan pribadi meliputi upaya TDM, parking management dan road pricing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar