Setiap orang termasuk penduduk Indonesia adalah pejalan kaki. Setiap penduduk berhak untuk menikmati fasilitas pejalan kaki yang layak.
Semakin padat kota yang dibangun, maka seharusnya semakin mudah pula fasilitas di kota-kota tersebut dapat diakses dengan berjalan kaki sehingga kota menjadi nyaman untuk ditinggali.
PERMASALAHAN (EKSISTING)
Perkembangan kota-kota di Indonesia cenderung kurang mendukung Penyelenggaraan Pejalan Kaki dikarenakan :
a. Pertumbuhan populasi kota yang tidak teratur (urban sprawl) dan pertumbuhan daerah sekitar kota; dan
b. pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi yang dominan dalam penggunaan ruang publik.
Permasalahan dalam Penyelenggaraan Pejalan Kaki yaitu :
a. Sebagian besar prasarana Pejalan Kaki terhadap kawasan pengembangan dan titik-titik transfer moda belum terkoneksi dengan baik;
b. Prasarana Pejalan Kaki yang tersedia dalam kondisi tidak layak, yaitu tidak memenuhi kriteria : keselamatan, keamanan, kenyamanan dan estetika;
c. Upaya Kota-kota di Indonesia untuk menyediakan Jalur Pejalan Kaki masih terbatas;
d. Besarnya dana untuk pembangunan jalan kendaraan bermotor (termasuk pembangunan fly-over dan underpass) dengan pembangunan prasarana Pejalan Kaki masih tidak berimbang; dan
e. Kebijakan dan Peraturan yang kurang mendukung.
TUJUAN YANG INGIN DICAPAI (VISI)
Pada tahun 2030 budaya berjalan kaki (dan bersepeda) telah terimplementasikan di kota-kota di Indonesia dengan tolak ukur sebagai berikut :
- Kota-kota di Indonesia menjadi kota-kota yang ramah bagi pejalan kaki. Jaringan jalur pejalan kaki tersedia dan terpelihara dengan baik guna menjamin mobilitas pejalan kaki yang berasal dari berbagai jenjang usia, status sosial dan ekonomi dan kemampuan fisik;
- Mayoritas perjalanan di Pusat Kota dilakukan dengan berjalan kaki;
- Mayoritas perjalanan di kawasan ‘Sisi Luar Pusat Kota’ dilakukan dengan berjalan kaki yang terintegrasi dengan sistem angkutan umum.
STRATEGI MENCAPAI TUJUAN (SOLUSI)
Prinsip Kebijakan
Kebijakan Penyelenggaraan Pejalan Kaki ditetapkan berdasarkan pada prinsip : Keselamatan, Keterhubungan, Langsung dan tidak terputus, Kenyamanan dan Keamanan, Menarik, dan Kualitas Baik.
Kebijakan difokuskan untuk mengakomodir Sasaran Pengembangan Penyelenggaraan Pejalan Kaki untuk :
a. Perjalanan Sekolah;
b. Perjalanan Bekerja;
c. Kegiatan Wisata; dan
d. Perjalanan dalam Area Lokal Tertentu (perumahan, kampus, dll).
Penetapan area pengembangan dilakukan berdasarkan karakteristik kebutuhan kelompok target utama pengguna yang berbeda – beda berdasarkan Sasaran Pengembangan Penyelenggaraan Pejalan Kaki, yang diutamakan untuk melindungi anak-anak, orang tua dan orang cacat / berkebutuhan khusus
Di Pusat kota diterapkan strategi car free area.
Kampanye dan Sosialisasi
Kampanye dan sosialisasi hak dan kewajiban pengguna jalan yang melindungi Pejalan kaki terutama yang melindungi anak-anak, orang tua dan orang cacat / berkebutuhan khusus.
Pihak-pihak yang berwenang, termasuk para penegak hukum akan membantu mensosialisasikan hak khusus pejalan kaki yang menyeberang atau menggunakan zebra cross.
Penyediaan Prasarana
• Penyediaan jalur pejalan kaki yang lebarnya memadai dengan kriteria fisik : kerb yang lebih tinggi, rata dan tidak licin, permukaan yang tahan lama dengan kemiringan satu derajat untuk kemudahan drainase, terlindung, terpisah dari arus lalu lintas, lampu penerangan yang cukup di malam hari.
• Fasilitas penyeberangan pejalan kaki di badan jalan (on-street pedestrian crossing) bagi pejalan kaki dibuat koneksi paling pendek terutama di mulut persimpangan dan bersifat ‘compact’. Termasuk fasilitas penyeberangan di jalan utama perkotaan seperti jalan protokol dll.
• Pada area-area tertentu, fasilitas penyeberangan didukung dengan pengaturan lampu lalu lintas.
• Pada lokasi yang tidak memungkinkan untuk disediakan sarana penyeberangan Pejalan Kaki (misal di jalan tol). Tangga untuk jembatan pejalan kaki harus memiliki lebar yang memadai dan aksesibilitas yang nyaman, dengan penerangan yang cukup pada malam hari demi keamanan.
• Pembangunan jembatan pejalan kaki (JPO / Jembatan Penyeberangan Orang) diintegrasikan dengan pengembangan bangunan di sekitarnya, dapat langsung terhubung dengan lantai atas bangunan-bangunan seperti gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan dengan jalur mass rapid transit yang berapa di ketinggian terhadap permukaan jalan (elevated mass rapid transit lines).
• Terkait dengan pengembangan BRT (Bus Rapid Transit) dan Sistem Transit di kota-kota di Indonesia, ditetapkan kebutuhan rata-rata jumlah halte transportasi umum untuk setiap jarak 1 Km adalah 3,33 (kawasan pusat kota) dan 2,5 (kawasan pinggir kota), sehingga jarak yang ditempuh oleh pejalan kaki untuk berpindah moda transportasi publik (jarak antar halte) adalah 300 meter (kawasan pusat kota) dan 400 meter (kawasan pinggir kota).
• Jalan raya di kota/perkotaan yang memiliki lebar badan jalan yang terdiri dari 3 jalur atau lebih kendaraan bermotor untuk setiap arah akan dikurangi satu jalur dari masing-masing arah dengan tujuan memberikan perlindungan bagi pejalan kaki.
KENDALA DAN HAMBATAN
Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam Penyelenggaraan Pejalan Kaki :
• Pengembangan jalan kota terlalu mengutamakan kendaraan bermotor
• Lemahnya penegakan hukum dalam berlalu lintas di jalan raya
• Kurangnya koordinasi antara institusi
• Kurangnya kesadaran masyarakat bahwa pejalan kaki dan pengguna kendaraan tidak bermotor adalah yang harus diutamakan dalam hirarki pengguna jalan
PROGRAM KERJA
Program Kerja Pemerintah mengenai Penyelenggaraan Pejalan Kaki :
Flowchart logika konsep strategi action plan
• Pemerintah Kota dan Daerah menyusun Rencana Induk (Master Plan) Lalu Lintas di Kota / Perkotaan yang mengutamakan jaringan jalur pejalan kaki sebagai tulang punggung aksesibilitas perkotaan dan kelayakan kota untuk ditinggali.
• BSTP menyusun Integrated Transport Plan (ITP) dengan komponen NMT yang signifikan untuk seluruh kota besar di Indonesia. Kota kecil dan menengah akan didorong untuk melakukan setidaknya beberapa formasi dari ITP sebaik mungkin.
• BSTP menyediakan contoh perencanaan untuk membantu Pemerintah Kota dan Daerah memahami komponen utama dari ITP.
• BSTP juga menyediakan Petunjuk Teknis atau Pedoman yang memudahkan Pemda dan Pemkot untuk mengimplementasikan ITP.
• BSTP menyusun dan menetapkan Standar Desain Prasarana Pejalan Kaki.
• Kementerian Perhubungan dalam hal ini BSTP akan membantu kota-kota dalam proses implementasi partisipasi publik untuk mendapatkan ide dan masukan dari warga masyarakat akan kebutuhan rute, desain dan prioritas area pengembangan
ROADMAPPING (BASED ON TIME FRAME)
Rencana Implementasi dari Program Kerja Penyelenggaraan Pejalan Kaki ditetapkan berdasarkan rentang waktu pengembangan tertentu yang akan diukur berdasarkan pencapaian target di akhir setiap tahapannya, yaitu :
a. Rencana Jangka Pendek, yaitu rencana pengembangan untuk 1 (satu) tahun ke depan dimulai sejak ditetapkannya kebijakan Penyelenggaraan Kaki.
b. Rencana Jangka Menengah, yaitu rencana pengembangan selama 5 (lima) tahun berjalan meliputi rencana pengembangan Jalur Pejalan Kaki yang mengakomodir kebutuhan perjalanan serta rencana penyediaan fasilitas pendukung Pedestrianisasi.
c. Rencana Jangka Panjang, yaitu rencana pengembangan selama 20 tahun mendatang dalam upaya mencapai optimalisasi Jaringan Jalur Pejalan Kaki di wilayah rencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar