Kamis, 28 April 2011

Pejalan kaki

Setiap orang termasuk penduduk Indonesia adalah pejalan kaki. Setiap penduduk berhak untuk menikmati fasilitas pejalan kaki yang layak.

Semakin padat kota yang dibangun, maka seharusnya semakin mudah pula fasilitas di kota-kota tersebut dapat diakses dengan berjalan kaki sehingga kota menjadi nyaman untuk ditinggali.


a. Kondisi Saat Ini

Perkembangan kota-kota di Indonesia cenderung kurang mendukung penyelenggaraan Pejalan Kaki dikarenakan :
a. Pertumbuhan populasi kota yang tidak teratur dan pertumbuhan daerah sekitar kota (urban sprawl); dan
b. Pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi yang dominan dalam penggunaan ruang publik.

Kondisi fasilitas trotoar di perkotaan masih minim, berdasarkan dari data BSTP tahun 2008, ketersediaan trotoar di Indonesia adalah sebagai berikut :
- Kota metropolitan sebesar 3,2%
- Kota Besar sebesar 1,5%
- Kota Sedang sebesar 5,3%
- Kota Kecil sebesar 7,8%



Namun, pihak BSTP sudah melakukan peningkatan fasilitas pejalan kaki di beberapa kota, seperti dilakukan peningkatan di kota Batam(2007), Pekanbaru (2008), Bukit Tinggi (2010), Balikpapan (2008), dan Sragen (2010).
Permasalahan dalam penyelenggaraan pejalan kaki yaitu :
a. Sebagian besar prasarana Pejalan Kaki terhadap kawasan pengembangan dan titik-titik transfer moda belum terkoneksi dengan baik;
c. Upaya Kota-kota di Indonesia untuk menyediakan Jalur Pejalan Kaki masih terbatas;

b. Tujuan yang Ingin Dicapai (Visi)
Pada tahun 2030 budaya berjalan kaki (dan bersepeda) telah terimplementasikan di kota-kota di Indonesia dengan tolak ukur sebagai berikut :
- Kota-kota di Indonesia menjadi kota-kota yang ramah bagi pejalan kaki.
Jaringan jalur pejalan kaki tersedia dan terpelihara dengan baik guna menjamin mobilitas pejalan kaki yang berasal dari berbagai jenjang usia, status sosial dan ekonomi dan kemampuan fisik;
- Mayoritas perjalanan di Pusat Kota dilakukan dengan berjalan kaki; dan
- Mayoritas perjalanan di kawasan ‘Sisi Luar Pusat Kota’ dilakukan dengan berjalan kaki yang terintegrasi dengan sistem angkutan umum

Strategi Mencapai Tujuan (Solusi)

Prinsip Kebijakan

Kebijakan Penyelenggaraan Pejalan Kaki ditetapkan berdasarkan pada prinsip : Keselamatan, Keterhubungan, Langsung dan Tidak Terputus, Kenyamanan dan
Keamanan, Menarik, dan Kualitas Baik.




Kebijakan difokuskan guna mengakomodir Sasaran Pengembangan untuk : Perjalanan Sekolah, Perjalanan Bekerja, Kegiatan Wisata dan Perjalanan dalam Area Lokal Tertentu (perumahan, kampus, dll).

Penetapan area pengembangan berlandaskan Hirarki Pengguna Jalan, yaitu Pejalan Kaki sebagai pertimbangan utama khususnya diutamakan untuk melindungi anak- anak, orang tua dan orang cacat / berkebutuhan khusus.

Di pusat kota diterapkan strategi car free area untuk membebaskan kawasan tersebut dari kendaraan bermotor.

Kampanye dan Sosialisasi

Kampanye dan sosialisasi hak dan kewajiban pengguna jalan yang melindungi Pejalan kaki terutama yang melindungi anak-anak, orang tua dan orang cacat / berkebutuhan khusus.

Pihak-pihak yang berwenang, termasuk para penegak hukum terlibat aktif mensosialisasikan hak khusus pejalan kaki yang menyeberang atau menggunakan zebra cross.

Penyediaan Prasarana

 Penyediaan jalur pejalan kaki yang lebarnya memadai dengan kriteria fisik : kerb yang lebih tinggi, rata dan tidak licin, permukaan yang tahan lama dengan kemiringan satu derajat untuk kemudahan drainase, terlindung, terpisah dari arus lalu lintas, lampu penerangan yang cukup di malam hari.
 Fasilitas penyeberangan pejalan kaki di badan jalan (on-street pedestrian crossing) bagi pejalan kaki dibuat koneksi paling pendek terutama di mulut persimpangan dan bersifat ‘compact’. Termasuk fasilitas penyeberangan di jalan utama perkotaan seperti jalan protokol dll.
 Pada area-area tertentu, fasilitas penyeberangan didukung dengan pengaturan lampu lalu lintas.
 Pada lokasi yang tidak memungkinkan untuk disediakan sarana penyeberangan Pejalan Kaki (misal di jalan tol). Tangga untuk jembatan pejalan kaki harus memiliki lebar yang memadai dan aksesibilitas yang nyaman, dengan penerangan yang cukup pada malam hari demi keamanan.
 Pembangunan jembatan pejalan kaki (JPO / Jembatan Penyeberangan Orang) diintegrasikan dengan pengembangan bangunan di sekitarnya, dapat langsung terhubung dengan lantai atas bangunan-bangunan seperti gedung perkantoran, pusat perbelanjaan dan dengan jalur mass rapid transit yang berapa di ketinggian terhadap permukaan jalan (elevated mass rapid transit lines).

Terkait dengan pengembangan BRT (Bus Rapid Transit) dan Sistem Transit di kota-kota di Indonesia, ditetapkan kebutuhan rata-rata jumlah halte transportasi umum untuk setiap jarak 1 Km adalah 3,33 (kawasan pusat kota) dan 2,5 (kawasan pinggir kota), sehingga jarak yang ditempuh oleh pejalan kaki untuk berpindah moda transportasi publik (jarak antar halte) adalah 300 meter (kawasan pusat kota) dan 400 meter (kawasan pinggir kota).

d. Kendala dan Hambatan

Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam Penyelenggaraan Pejalan Kaki :
• Pengembangan jalan kota terlalu mengutamakan kendaraan bermotor
• Lemahnya penegakan hukum dalam berlalu lintas di jalan raya
• Kurangnya koordinasi antara institusi
• Kurangnya kesadaran masyarakat bahwa pejalan kaki dan pengguna kendaraan tidak bermotor adalah yang harus diutamakan dalam hirarki pengguna jalan.

e. Roadmapping (Time Frame)

Rencana Implementasi dari Program Kerja Penyelenggaraan Pejala Kaki ditetapkan berdasarkan rentang waktu pengembangan tertentu yang akan diukur berdasarkan pencapaian target di akhir setiap tahapannya, yaitu :

a. Rencana Jangka Pendek, yaitu rencana pengembangan untuk 1 (satu) tahun ke depan dimulai sejak ditetapkannya kebijakan Penyelenggaraan Pejalan Kaki.
b. Rencana Jangka Menengah, yaitu rencana pengembangan selama 5 (lima) tahun berjalan meliputi rencana Penyelenggaraan Pejalan Kaki yang mengakomodir kebutuhan perjalanan serta rencana penyediaan fasilitas pendukung Pedestrianisasi.
c. Rencana Jangka Panjang, yaitu rencana pengembangan selama 20 tahun mendatang dalam upaya mencapai optimalisasi Jaringan Jalur Pejalan Kaki di wilayah rencana.



Dari gambar evolusi di atas dapat diuraikan sebagai berikut :

Tahap 1 : Kondisi saat ini, dimana fasilitas pejalan kaki masih belum tersedia secara menyeluruh di semua kota, dan masih belum memenuhi prinsip keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki. Tahap 1 ini direncanakan dimulai pada tahun 2011.

Tahap 2 : Adanya program perbaikan dan pemeliharaan pada sarana/fasilitas pejalan kaki yang ada, seperti melakukan perbaikan pada trotoar yang rusak atau perbaikan pada kondisi jalan yang sudah tidak sama dengan kondisi sebelumnya. Selain itu perlu dilakukan upaya pemeliharaan dan inspeksi jalan secara teratur, untuk tetap menjaga kualitas sarana jalan kaki tetap baik dan nyaman. Tahap ini direncanakan dimaksimalkan tahun 2012 - 2013.

Tahap 3 : Perlu adanya integrasi jaringan pedestrian antar kawasan-kawasan vital, selain itu diperlukan juga integrasi jaringan pedestrian dengan NMT dan moda transportasi lainnya, sehingga jalan kaki bisa dianggap sebagai feeder transportasi. Tahap ini direncanakan dapat diimplementasikan pada 25 kota dengan periode waktu 2013-2018

Tahap 4 : Pada tahap ini adanya jaringan jalur pejalan kaki yang baik dan terintegrasi dari pusat kota ke wilayah luar pusat kota, serta didukung oleh pembatasan perjalanan menggunakan kendaraan pribadi.Program ini dimaksimalkan tercapai tahun 2030.

1 komentar: