Minggu, 06 Februari 2011

6.2 Traffic Impact Control

Pembangunan terbaru di kota2 di indonesia menjadi 2 sisi pedang. Di satu sisi, merupakan pertanda dari perkembangan ekonomi kota yang mulai dinamis. Di sisi lain, hal ini juga memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kondisi memburuknya transportasi kota



Sebagai contoh, pembangunan gedung perkantoran tingkat tinggi di CBD, komplek perumahan yang ditepi-tepi kota dan lebih dari 50 pusat perbelanjaan baru dibangun dalam beberapa dekade terakhir di Jakarta dan berkontribusi dalam kemacetan yang terjadi pada jam puncak di Jakarta. Bangunan-bangunan ini jarang ada yang melakukan pencegahan dampak transportasinyasecara aktif, misalnya dengan menyediakan fasilitas pejalan kaki atau fasilitas pesepeda, akses langsung ke layanan angkutan umum, dll




Untuk mengatsi masalah ini, Kota-kota di Indonesia telah memperkenalkan Traffic Impact Assessment (TIA) atau yang sering diebut Analisa Dampak Lingkungan Lalu-Lintas (ANDAL LALIN).

Karena keterbatasannya, Proses ANDAL LALIN yang telah diterapkan tidak dapat bekerja secara efektif memecahkan atau mencegah dampak negatif transportasi yang timbul dari pembangunan baru. Suatu hal yang cepat, ekomomisdan lebih objektif diperlukan untuk secara efisien mengelola dampak transportasi. Selain itu, diperlukan sebuah metode yang lebih komprehensif untuk mendorong perkembangan ekonomi menjadi lebih efisien tidak hanya layak secara finansial bagi para investor dan pengembang, tetapi layak secara makro untuk mempertahankan pertumbuhan perkotaan secara berkelanjutan

Permasalahan di atas memerlukan pengenalan secara menyeluruh sebuah mekanisme untuk mengkontrol dampak transportasi dalam administrasi kota.tidak hanya dalam proses awal penerbitan lisensi, dan izin untuk pembangunan baru, tapi juga pada saat pembangunan dilaksanakan dan kondisi operasional





Tujuan dari pengenalan TIC adalah agar pemerintah daerah mampu mengendalikan dampak transportasi, ini berarti antara lain :

• Mengawasi kondisi traffic eksisting ( volume dan level pelayanan)
• Pengawasan volume traffic dan distribusinya dari proyek-proyek pembangunan yang disetujui
• Memperkirakan dampak transportasi untuk pembangunan baru
• Kuantitas udara dan tingkat kebisingan ( Stadium lanjut TIC)
• Mengidentifikasi tindakan mitigasi yang akan menetralkan dampak
• Menyediakan dasar hukum yang dibutuhkan dan SOP untuk proses TIC
• Mengawasi pelaksanaan dari langkah-langkah mitigasi yang disetujui
• Mengkomunikasikan isu dampak kepada penduduk kota


Dengan menggunakan TIC sebagai alat praktis, pemerintah daerah di kota-kota Indonesia mempunyai kemampuan untuk mempertahankan kualitas hidup di kota dan melindungi kualitas hidup tersebut dari dampak transportasi yang disebabkan oleh pembangunan baru.

Karena TIC berperan dalam pengawasan lahan baru berdasarkan dampak transportasi yang ditimbulkan TIC dapat dianggap sebagai sebuah metode efektif untuk mengintegrasikan dan mengimplementasikan rencana penggunaan lahan dan rencana pengembangan transportasi lokal.

Pendekatan Metodologi

efisiensi dalam bidang ekonomi hanya dapat terwujud jika biaya eksternal dan sosial dapat diperhitungkan dalam investasi dan kalkulasi bisnis

Pendekatan utama didasarkan pada prinsip bahwa setiap pembangunan baru membayar total biaya transportasi meliputi pengembangan yang adil terhadap mitigasi dampak pembangunan mereka. Prinisip ini sangat mirip dengan “Pencemar membayar” Prinisip dalam pengelolaan pencemaran lingkungan




Mengingat sifat umum dari pendekatan ini, dampak transportasi harus dipertimbangkan tidak hanya terbatas pada dampak lalu lintas di infrastruktur yang ada, tetapi juga harus mencakup dampak terhadap keselamatan lingkungan ( Polusi udara, perubahan iklim dan kebisingan) dan distribusi moda sebagai konsekuensi bersama

Namun, dalam tahap awal pelaksanaanya, TIC mempertimbangkan dampak sebagai berikut :

• Dampak lalu lintas pada jaringan jalan
• Dampak transportasi pada distribusi moda
• Ingress/Egress Backups : panjang antrian dan lokasi antrian
• Keselamatan : studi tentang jarak pandang dan akses darurat


TIC harus diaplikasikan pada permasalahan berikut :

• Pembanguanan baru ( lahan baru,dll)
• Perubahan dari pembangunan sebelumnya
• Perubahan tata guna lahan
• Perubahan intensitas penggunaan lahan ( seperti pendaftaran sekolah meningkat, perluasan bangunan kantor dll)
• Keluhan dari warga


Ada banyak tantangan dalam menciptakan mekanisme TIC yang sesuai untuk kota-kota di Indonesia.

RUU transportasi nasional yang baru disahkan UU 22/2009 mengamanatkan pada bab 9, ayat 2, bahwa TIA harus dilakukan untuk proyek-proyek besar.



Di satu sisi, undang-undang ini memberikan dasar hukum yang dibutuhkan pada tingkat nasional untuk mengendalikan dampak transportasi di kota-kota. Bagaimanapun juga di sisi lain, undang-undang ini dapat membuat jumlah TIA yang besar, yang akan membuat proses pengerjaannya tidak selesai tepat pada waktunya


Overload pada proses akan memperlambat penerbitan izin dan lisensi yang juga berakibat terlambatnya pembangunan ekonomi di kota-kota

Dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi, daripada menghambatnya, TIC harus memenuhi persyaratan dasar berikut :
• Cepat, agar tidak menunda perkembangan baru
• Efektif dalam mengurangi dan mencegah dampak transportasi yang berlebihan
• Rasional dalam metedologi dan pelaksanaan
• Efektif dalam pembiayaan
• Adil bagi semua pengembang, dan
• transparan



Resiko yang melekat pada permintaan TIA konvensional sebelumnya untuk pengembangan dengan penekanan pada tujuan sebagai berikut :
• mencegah urban sprawl
• relokasi investasi jalan di kota ke investasi yang mendukung di bidang infrastruktur angkutan umum, termasuk fasilitas pejalan kaki, jalur sepeda dan jalur MRT ( bis dan kereta api di kota besar)
• mengurangi pasokan parkir untuk mencegah kendaraan pribadi memasuki pusat kota
• beralih untuk mengembangkan fasilitas kendaraan tidak bermotor


Dalam rangkan meminimalkan resiko dari masalah diatas dan isu-isu lain yang dihadapi dalam mengendalikan masalah dampak seperti permasalahan “Last in Pays” dan fakta bahwa proses TIC sulit dipahami oleh investor atau pengembang yang biasanya bukan ahli transportasi, dianjurkan untuk menggunakan variabel total perjalanan umum (ATG) sebagai indikator untuk kriteria yang signifikan bukan tingkat Pelayanan ( LOS) dari infrastruktur jalan yang diakibatkan oleh pembangunan baru

Ukuran dari dampak ATG mengukur bahwa penggunaan lahan baru atau proyek transportasi memiliki dampak negatif terhadap lingkungan ketika ditambahkan perjalanan kendaraan pada sistem transportasinya, dan disamping itu, ATG adalah indikator yang lebih efektif untuk dampak ini dibanding LOS. Perjalanan juga memiliki efek eksternal terhadap lingkungan di luar sistem transportasi, termasuk kualitas udara dan air, tingkat kebisingan, kesehatan dan hidup, dan tingkat gas rumah kaca .

Ukuran berdasarkan ATG terhadap dampak transportasi konsisten dengan kebijakan di UU 22/2009 yang mempromosikan angkutan umum daripada transportasi bermotor pribadi, yang mengakui bahwa kemacetan mobil jangka pendek akan menghasilkan perubahan perjalanan ke jalan auto transit, sepeda dan pejalan kaki

Daripada mencoba untuk melestarikan efektifitas sistem dengan meningkatkan kapasitas untuk melakukan pengukuran ATG yang mengakui bahwa penting untuk menahan pertumbuhan perjalanan mobil dan menghindari lebih lanjut menurunya kualitas lingkungan.

Proyek yang tidak menambah perjalanan baru, tidak akan memiliki dampak transportasi dalam pendekatan ini

Sebuah penghitungan perjalanan menyediakan insentif yang terbangun untuk pengembang proyek untuk mengurangi perjalanan mobil pada proyek mereka yang diperkirakan di gunakan karena jumlah biaya mitigasi yang harus dibayar secara proporsional ke proyek ATG. Ini adalah saat dimana Pedoman Mitigasi TDM memainkan peranan penting. Selain itu, para pengembang proyek akan menghitung secara akurat proses peninjauan tingkat dan dampaknya dalam pengembangan proyek dan isu-isu lingkungan.

berdasarkan kesederhanaanya, menggunakan ATG sebagai kriteria yang signifikan untuk TIC merupakan sebuah kriteria yang relevan untuk kota-kota di Indonesia mengingat terbatasnya kapasitas kelembagaan mereka,khususnya di kota-kota kecil

Langkah-langkah penerapan ::

1. finalisasi RPP untuk TIA
2. harmonisasi dari kerangka kerja legal di level lokal dan nasional
a. Nasional : UU 22/2009 memberikan mandat
b. Beberapa kota seperti solo dan bogor, sudah mempunyai basis legal
3. Membuat data ttg bangkitan perjalanan
a. Dengan mensurvey jumlah lahan yang dibutuhkan dari tipe dan ukuran yang berbeda, dan mengidentifikasi bangkitan perjalananya, dan
b. Penyebaran korelasi dan analisis
4. Membangun konsep detail di Implementasi TIC
5. Implementasi contoh TIC , kemungkinan di sebuah kota yang telah menerapkan PERDA sepeti Solo dan Bogor
6. Menyelesaikan Konsep Final for sistem TIC
7. Implementasi Secara nasional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar