Senin, 02 Mei 2011

Angkutan Barang

Angkutan Barang
- Permasalahan Dan Harapan


Kondisi Angkutan barang dalam kota di Indonesia saat ini, adalah sebagai berikut :
• Bebas masuk menembus ke Jantung kota.
• Banyak perjalanan truk yang kosong,
• Kecepatan truk dalam mixed-traffic yang sangat lambat,
• Antrian di pelabuhan,
• Loading-unloading angkutan barang di tengah perjalanan yang sering memblocking arus lalu lintas,
• Overloading, dan
• Terbatasnya fasilitas terminal angkutan barang

Jenis-jenis komoditas barang mencakup general cargo, bag cargo, liquid cargo, dry bulk, dan container. Peran komoditas dry-bulk dan container pada saat ini sangat dominan. Pelabuhan Tj. Priok (pelabuhan konvensional) mencatat pada tahun 2009 pengapalan untuk komoditas dry-bulk mencapai 11,4 juta ton dan container 11,7 juta ton (PT. Pelindo II), dengan total share mencapai 55,9% dari seluruh angkutan barang


Adapun peraturan yang mengatur mengenai angkutan barang sebagai berikut :
• KM 74/90, tentang Angkutan Peti Kemas di jalan menentukan pengaturan mengenai lintasan yang dapat digunakan untuk angkutan peti kemas
• UU 22/2009, tidak mengatur tentang lintasan tetapi lebih kearah pengaturan mengenai bentuk ketentuan kelas jalan, ketersediaan pusat distribusi logistik dan penggunaan mobil barang, sebagai bentuk pencapaian kearah keterpaduan moda pada transportasi angkutan barang
• PP 8/2011 tentang angkutan multimoda

Ketersediaan sistem angkutan barang yang cepat, effisien dan keberlanjutan sangat mempengaruhi efisiensi biaya bagi dunia industri khususnya dan perekonomian perkotaan pada umumnya.


- Strategi Pengembangan Angkutan barang
Strategi yang dilakukan untuk mencapai visi angkutan barang yang cepat dan effisien, melalui beberapa tahapan evolusi yang meliputi :

a. Evolusi Moda Angkutan Barang
Proses evolusi angkutan barang dimulai dari sistem produksi dari daerah industri kepada proses distribusi barang industri kepada pengguna, pada setiap kota di Indonesia. Untuk mendapatkan layanan penghantaran barang dengan cepat dan effisien, maka diperlukan evolusi moda angkutan barang dari yang ada saat ini. Adapun tahapan evolusi moda angkutan barang dari Industri hingga proses distribusi barang industri dapat dilihat pada gambar D.32 di bawah ini.



Tahap-1 : Barang hasil produksi dari industri berupa barang curah kering seperti dalam bentuk plastikan, sachet dll (kategori barang tidak cepat rusak) dikelompokkan untuk di pak baik dengan kardus, kotak atau briket dan diberi tanda disebut tahap paletisasi.

Tahap-2 : Barang yang sudah di paletisasi dari indutri-industri tersebut kemudian dikonsolidasikan oleh pihak ketiga yang memiliki fungsi untuk mengelompokkan pada suatu wilayah hantaran yang sama dilakukan pencatatan yang ketat dan effisien untuk kemudian dilakukan kontainerisasi dan stuffing menggunakan alat mekanis, pada tahapan ini disebut tahap konsolidasi

Tahap-3 : Barang yang sudah melalui tahapan konsolidasi, dikirimkan menggunakan moda transportasi barang (bisa menggunakan kereta api atau kapal laut untuk kapasitas kontainer yang lebih besar), dengan tujuan mengurangi beban jalan raya, effisiensi dan mendapatkan harga yang kompetitif. Tahapan ini disebut Tahap Konsolidasi Moda


b. Evolusi Manajemen Lalu Lintas Angkutan Barang

Menejemen lalu lintas angkutan barang perlu dilakukan guna mengurangi kemacetan jalan raya dan dampak lalulintas yang diakibatkannya. Tahapan evolusi menejemen lalulintas angkutan barang yang dilakukan dapat dilihat pada gambar D.33


Dari gambar diatas dapat diuraikan sebagai berikut :

Tahap-1 : Kondisis saat ini, dimana setiap angkutan barang apapun ukuran dan jenisnya bisa langsung menembus ke jantung kota

Tahap-2 : Tahap awal penataan dan pengaturan menejemen angkutan barang, dimana tidak semua angkutan barang dapat langsung menembus jantung kota melainkan dibatasi dengan tingkat keterisian barang, jika tingkat okupansi kendaraan itu lebih besar dari 60% dari kapasitasnya, maka dapat langsung menembus jantung kota, akan tetapi bila dibawah 60% tingkat okupansi barangnya, maka harus masuk ke lokasi konsolidasi, dimana barang tersebut akan dikelompokkan berdasarkan wilayah tujuan yang sama, untuk selanjutnya menggunakan angkutan barang yang memiliki tingkat keterisian diatas 60%, sehingga dapat mengurangi kepadatan lalulintas di jantung kota

Tahap-3 : Pada tahapan ini, barang dikirimkan menggunakan moda transportasi kereta api atau kapal laut kapasitas kontainer yang lebih besar dan dalam jumlah besar, dengan tujuan mengurangi beban jalan raya, effisiensi dan mendapatkan harga yang kompetitif.


Dari gambar diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
Tahap-1 : Tahap ini angkutan barang masih dikelola secara individu, dengan pengaturan pembatasan angkutan barang pada jam tertentu, membayar retribusi angkutan barang pada jalan yang dilewati. Hal inilah yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan tidak effisien.

Tahap-2 : Pada tahap ini, sudah dikelola oleh perusahaan angkutan barang berdasarkan hasil lelang dengan kontrak dalam jangka waktu tertentu, untuk angkutan barang yang di perkotaan haruslah berdasarkan ukuran kendaraan yang besar, dengan tingkat okupansinya juga besar dan tingkat penghataran (delivery) juga sudah tinggi, sehingga lebih effisien dan harga lebih kompetitif

Tahap-3 : Perusahaan angkutan barang berdasarkan hasil lelang dengan kontrak dalam jangka waktu tertentu, untuk angkutan barang yang di perkotaan dan luar yang memiliki ukuran kendaraan yang besar, dengan tingkat okupansinya juga besar dan tingkat penghataran (delivery) juga sudah tinggi, sehingga lebih effisien dan harga lebih kompetitif dengan skala yang lebih luas


- Rencana Aksi

Prioritas 1. Rantai Logistik yang Efisien
Awal untuk pengembangan transportasi angkutan barang adalah mengetahui rangkaian rantai logistik yang effisien. Tantangannya adalah bagaimana menyusun suatu rantai logistik yang efisien untuk pengangkutan ke dalam atau ke luar dari pusat-pusat kota, sambil meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan yang akan timbul, seperti polusi udara, polusi suara, dan kemacetan lalulintas.

Strategi penting yang dapat meningkatkan efisiensi dari rantai logistik adalah, dengan melakukan konsolidasi pengangkutan barang sebelum masuk ke dalam kota, sehingga dapat meningkatkan “load factor” atau tingkat keterisian barang sehingga kapasitas barang yang diantar dan frekuensi pengangkutannya menjadi besar. Sebagai dampak lalu lintasnya, penghantaran dapat diminimalisir dan dampak negatif pada lingkungan perkotaan serta kemacetan juga menjadi berkurang.

Prioritas 2 – Terminal Angkutan Barang
Untuk proses konsolidasi barang sebelum masuk kota, maka harus memiliki lokasi untuk terminal angkutan barang yang letaknya tidak harus selalu dipusat kota sebagai bangkitan dari perjalanan angkutan barang, namun lebih baik jika dilokasikan diarea-area suburban yang mempunyai akses yang mudah dalam pengangkutan barangnya serta aksesibilitas dalam perpindahan terhadap moda-moda lainnya, seperti dekat dengan pelabuhan, bandara dan terminal.

Prioritas 3 - Keterpaduan Moda
Untuk transportasi pengangkutan barang produk industri, memungkinkan akan terciptanya infrasutruktur transportasi barang yang berbasis rel, yang saling terhubung satu sama lain, sehingga tercipta suatu transportasi angkutan barang yang mudah dicapai antara satu titik pusat pengantaran barang, ke titik pusat pengantaran barang berikutnya, misalnya, antar area industri dan pelabuhan.

Untuk distribusi pengangkutan barang di dalam kota, umumnya dilakukan antara pusat produksi barang dengan penggunar, konsolidasi dalam hal pengiriman barangnya dapat dilakukan oleh jasa pengiriman barang pihak ketiga, yang berfungsi sebagai pusat kegiatan konsolidasi barang guna meningkatkan load factor barang, dikarenakan distribusi barang ke penggguna biasanya mempunyai kapasitas volume barang yang lebih sedikit dan memiliki tujuan hantaran yang berbeda maka dapat dikelompokkan dan dilayani oleh kendaraan berkapasitas besar untuk masing-masing barang yang memiliki daerah layanan yang sama. Dan proses konsolidasi barang tersebut dapat dilakukan jika memiliki moda yang sudah terintegrasi misalnya moda kereta api dengan moda truk angkutan barang.
Untuk keterpaduan antar moda ini diperlukan adanya implementasi Peraturan Pemerintah (PP) 8/2011, dimana implementasi dari PP ini perlu mendapatkan prioritas yang lebih jelas termasuk pada pembentukan institusi dan regulasinya.

Prioritas 4 – Peran Kendaraan Tidak Bermotor dalam Pengiriman Barang
Untuk pengiriman barang di dalam area perumahan dan area pasar tradisional, dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan tidak bermotor, seperti gerobak dan becak ataupun jalan kaki, yang mana bentuk distribusi pengiriman barang seperti ini merupakan bentuk pengiriman barang tradisional di Indonesia.
Penggunaan kendaraan tidak bermotor sebagai angkutan distribusi barang (seperti, sayuran dan daging) dari “Pasar Induk” ke perurmahan-perumahan merupakan bentuk distribusi yang umum di kota-kota di Indonesia, yang mana distribusi barang dilakukan oleh gerobak dorong dan becak.

Prioritas 5 – Truk Bergandar Banyak “MultiAxle”
Jenis truk bergandar banyak digunakan untuk mendapatkan efisiensi yang lebih, dalam pergerakan distribusi pengangkutan barang, dan juga untuk meminimalisir kerusakan jalan serta untuk menghemat pembayaran tol.
Dibawah ini merupakan karakteristik operasi pengangkutan barang diperkotaan secara berkelanjutan, yang ditinjau dari berbagai sudut pandang yang berbeda, yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kiriman barang, meningkatkan jumlah barang yang akan dikirim untuk setiap pengirimannya, serta meningkatkan tingkat utilitas/kegunaan pada kendaraan.

1. Perencanaan ruang, kebijakan dalam sistem pengeceran, lisensi bisnis
a. Sistem pengeceran di dalam kota tetap utuh, semua penduduk kota masih dapat memenuhi kebutuhan grosir dan kebutuhan rumah tangga nya dengan mudah seperti berjalan kaki, karena jarak antar pusat produksi atau grosir yang relative dekat
b. Pusat perbelanjaan dan mal-mal hanya berada pada daerah dimana prasarana lalu lintas sekitarnya dapat memudahkan akomodasi distribusi pengiriman barang
c. Ketika merencanakan untuk membangun suatu bangunan baru, harus dipastikan bahwa pengembang harus mempersiapkan rencana sistem lalu lintas pengiriman barang yang baik tanpa mengganggu sistem lalu lintas yang sudah ada.

2. Perencanaan infrastruktur transportasi barang
a. Jalur transportasi melingkar atau jalan bypass disediakan untuk memudahkan akomodasi pengiriman barang. Terutama untuk distribusi barang dengan menggunakan truk-truk besar yang mana harus diupayakan untuk tidak melewati jalur jalan kota dalam melakukan pengangakutan barangnya.
b. Adanya perpanjangan atau penyediaan jalur kereta api baru untuk mempermudah dan mengefektifkan akses pengiriman barang, seperti akses ke pelabuhan.
c. Bagian pusat kota tetap bebas dari jalur/ area pengiriman barang
d. Infrastuktur jalan kota dapat mengakomodasi arus lalu lintas barang yang diperlukan, yang mana kemacetan diusahakan h

anya terjadi pada jam puncak saja.
3. Kebijakan nasional mengenai jenis kendaraan, registrasi kendaraan, dan perpajakan.
a. Rel kereta api, dan jenis transportasi air merupakan jenis kendaraan yang baik untuk pengiriman barang
b. Standar emisi kendaraan tetap ditegakkan dan diwajibkan. Hal ini dilakukan melalui pemberlakuan sistem pemerikasaan kendaraan dalam hal emisi yang dikeluarkan
c. Biaya operasional kendaraan yang terstruktur dan terukur, sehingga dapat diketahui ketika terdapat operasi distribusi kendaraaan yang tidak efisien dan tidak layak.
4. Manajemen lalu lintas komunitas angkutan barang
a. Untuk pusat-pusat kota, pembatasan akses kendaraan distribusi barang perlu diketatkan yang mana disesuaikan dengan standar teknis dan standar lingkungan yang ditetapkan
b. Dalam area pejalan kaki dengan akses yang mudah untuk menjangkau titik bangkitan permintaan, yang mana kualitas dari pavement jalur pejalan kaki memungkinkan kendaraan tidak bermotor seperti gerobak untuk beroperasi dalam pengantaran barang.
c. Dalam usaha untuk menghindari kemacetan di siang hari, daerah-daerah tertentu membuka pengiriman barang untuk malam hari.
d. Berbagai jenis kendaraan bermotor dan tidak bermotor sebisa mungkin dipisahkan dalam jalurnya, sehingga keefektifan dan utilitas penggunaan jalur lebih efisien, seperti : angkutan barang, angkutan umum, kendaraan pribadi, lalu lintas sepeda, pejalan kaki, dan lain-lain.

5. Pengaturan sistem distribusi logistik akhir “last mile”
a. Di daerah perkotaan, distribusi pengangkutan barang dengan menggunakan truk hanya boleh beroperasi ketika volume barang yang dikirim di dalam truk lebih dari 60% kapasitas truk. Pengiriman barang setelahnya dapat dikonsolidasikan di lokasi yang lebih tepat sehingga membentuk suatu alur beban perjalanan yang teratur dan terstruktur, serta tepat waktu.
b. Selalu terdapat pusat konsolidasi pengiriman barang di setiap daerah di lokasi yang strategis, dan berakses mudah, hal ini akan memudahkan pengambilan
c. barang ketika upaya pengiriman barang yang dilakukan oleh distributor gagal akibat dari penerima tidak berada di tempat selama jam kerja.
d. Tingkat efisiensi pengiriman barang yang tinggi dapat dicapai dalam distribusi transportasi angkutan barangnya, yaitu faktor kapasitas pengiriman yang tinggi dan frekuensi distribusi yang padat

Untuk mewujudkan rencana strategi di atas, kebijakan nasional yang koheren sangat diperlukan. Suatu kebijakan nasional mengenai transportasi barang harus dapat membahas dan menangani masalah-masalah pengiriman dan ukuran kendaraan yang diperlukan, pembahasan mengenai kendaraan berstandar lingkungan (contoh, standar emisi), pembatasan distribusi, standar keselamatan dan pemeriksaan kendaraan.

Pada saat yang sama, kebijakan nasional juga harus menganjurkan pemerintah daerah untuk memberlakukan pembatasan akses di daerah mereka sendiri, membuat skema manajemen lalu lintas, pemberlakukan lisensi izin operasi kendaraan lokal (seperti lisensi untuk distribusi angkutan barang), pengaturan pajak daerah yang sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar