Senin, 31 Januari 2011

4.7 Perencanaan Tata guna Lahan

- Kepadatan
- Keanekaragaman
- Desain
- Pengembangan berorientasi transit
- Perencanaan jaringan jalan

Kota di Indonesia harus didefinisikan dalam batas-batas yang sebenarnya dan mungkin terlalu sempit untuk mencegah dari penyebaran penduduk di perkotaan lebih lanjut dan untuk membuat langkah segera menuju jalur hijau dan alam.

Ruang bukan untuk pribadi dan ruang tidak terbangun di pusat kota diubah dari dominasi kendaraan pribadi (mobil dan sepeda motor) yang mengisi ruang publik milik negara menjadi lingkungan bebas polusi, ruang pejalan kaki, rekreasi dan komersial .

Pada perkembangan selanjutnya sektor swasta dan publik ditingkatkan dekat dengan akses transportasi umum, yang berada di sepanjang koridor dan stasiun moda transportasi, terkonsentrasi dan kepadatan di sekitar yang menghubungkan stasiun.

Pendekatan perencanaan perkotaan menuju pada pembentukan kepadatan dan penggunaan bersama dan mendapatkan kembali ruang untuk pejalan kaki dan sepeda dengan tujuan untuk mengalihkan permintaan perangkutan ke moda kendaraan tidak bermotor.

Menciptakan kepadatan dan fungsi bersama di daerah sub-perkotaan yang luas akan mengarah ke sub-pusat dimana terjadi banyak aktivitas dan kebutuhan sehari-hari masyarakat: perkantoran, permukiman, pendidikan, hiburan, fasilitas publik, pusat perbelanjaan, dll.

Sub-pusat ini memiliki prioritas paling tinggi untuk dihubungkan dengan distrik pusat bisnisdan diantaranya dengan skema mass rapid transit, seperti kereta ringan / MRT atau jalur BRT.
Kota masa depan secara 3-dimensi dihubungkan dengan: Tingkat atas dari struktur multiguna yang dihubungkan antara satu sama lain dengan platform tingkat atas dan jembatan, menyediakan koneksi pejalan kaki yang terlindung sebagian.

Masa depan urbanisasi bergantung pada konektivitas. Mega struktur akan memulai proses; kemudian diikuti oleh struktur yang lebih kecil, jika tidak berekperimen bahkan sebelumnya sebagai garda depan, dan menjangkau daerah sekitar melalui jembatan, platform lantai atas, terowongan, dan elemen arsitektural lain yang dapat dibayangkan menyambungkan suatu gedung dengan lingkungan sekitarnya.

Alun-alun kota dan tempat-tempat semi-publik pada beberapa tingkat terlindung lanskap yang lebih tinggi atau taman gantung akan menjadi fitur arsitektur yang terkenal untuk pusat kota karena mampu menghubungkan bangunan dengan masyarakat, jalan, dan struktur lingkungan.
Mobilitas warga kota akan ditingkatkan dengan penerapan konsep pejalan kaki yang intensif, dengan menyediakan trotoar luas, nyaman, terlindung, dan aman dari banjir. Kemudian akan ditinggikan lagi pada masa yang akan datang, berpindah dari satu gedung ke gedung lainnya, sepanjang atau melalui kota-kota modern di Indonesia yang akan memiliki ruang publik tingkat dua dan tingkat tiga yang berada di atas jalan-jalan penuh sesak dan rawan banjir menjadi tempat transit pejalan kaki.

Sebagai tambahan, akan ada sistem kereta ringan terelevasi yang membawa warga kota, tenaga kerja, klien, dan pelanggan langsung ke gedung:
Setiap stasiun terintegrasi dengan lobi lantai atas dari struktur multi guna ini yang didesain untuk perumahan, perkantoran, perbelanjaan, pendidikan, dan hiburan semua menjadi satu, atau – dimanapun jalur ini dijalankan melalui ruang publik yang berdekatan, seperti di atas jalan kota – maka ini diarahkan secara langsung pada tingkatannya untuk memudahkan transit.
Jalur Mass Rapid Transit ini merupakan tantangan baru bagi para arsitek yang diminta untuk mengintegrasikan stasiun transit dengan desainnya.

Pengembang dan investor akan setuju untuk menyediakan dana tambahan karena yang membuat gedung tersebut mampu menghasilkan adalah terhubungnya gedung dengan transit massal, baik itu dari sisi pejalan kaki maupun kereta.

Arsitek harus meyakinkan klien mereka, pemilik tanah, dan pengembang mengenai pentingnya pembangunan dan keuntungan yang akan didapat daripada menyerah terhadap kerumitan kota dan menyesuaikan dimensi, proporsi, struktur, dan bentuk arsitektural daripada menunjukkan individualisme atau monumentalisme.

Konektivitas menjadi bagian paling penting dari suatu gedung, sebagaimana masing-masing fungsi hanya akan berhasil jika warga masyarakat mendapatkan cara termudah, teraman, tercepat dan bertingkat, kering, dan permukaan lantai yang kuat, paling nyaman, secara alami terkendali terhadap iklim dan memiliki tempat terlindung terhadap ruang.

Multifungsi adalah bagian pengembangan yang akan datang ketika masing-masing elemen bangunan melayani banyak tujuan:
Seperti jendela yang memiliki banyak fungsi, fitur kedatangan dari bangunan, pintu masuk alun-alun dan jembatan, akan melakukan hal yang sama.

Jembatan pejalan kaki – hal ini mencirikan elemen kota masa depan – menyediakan jalur pejalan kaki dari satu gedung ke gedung lain pada saat yang sama sebagai tempat bertemu, area peristirahatan, tempat observasi, dan pusat perbelanjaan.

Adalah sebuah tantangan untuk pihak yang berwenang untuk membimbing, perencana perkotaan, yang bernegosiasi dan mendapat izin bangunan, untuk memulai, meningkatkan, dan menegakkan proses ini dengan menuntut konektivitas sebagai kondisi untuk membuat kota sebagai tempat untuk berkoneksi, nyaman dan menyenangkan untuk ditinggali.

Tantangan hebat diberikan kepada semua orang jenius, inovatif, dan kreatif di Indonesia seperti juga desainer internasional untuk membangun kota-kota masa depan di Indonesia.

Arsitek diharapkan mengadopsi fitur bangunan untuk mobilitas dan menyediakan akses berskala manusia untuk dinikmati di sekitar dan diantara struktur modern. Perencana perkotaan, desainer ruang publik dituntut untuk dapat membangun konektivitas dan kenyamanan bagi persinggahan warga kota.

Perencanaan kota dan kebijakan, pola induk, perencanaan tata guna lahan, dan perencanaan transportasi jarang sekali diimplementasikan. Ada permintaan untuk menciptakan koheren, menyatukan perbedaan untuk bersama-sama menghasilkan perencanaan yang menyeluruh, yang menjadi dasar pengembangan selanjutnya.

Jika, seperti praktik yang sudah ada, terdapat perbaikan berkelanjutan dan mendukung terhadap perubahan yang cepat, dan terdegradasi hanya sebagai respon dan pengaktifan ulang refleksi dari perubahan kota, perencanaan kota menjadi tidak penting.

Perusahaan, institusi, ataupun kepentingan swasta lainnya tidak perlu lagi mendapat perhatian yang lebih dari kepentingan umum berkonsolidasi dalam rencana ini dan menjadi terikat secara hukum.

Perencanaan mengenai perencanaan perkotaan menjadi lebih proaktif dan harus mencakup implikasi dalam waktu layan dari awal sampai kelanjutan implementasi dan penegakkan.
Agar dapat berhasil dalam hal tersebut, perencanaan perkotaan harus berupa perencanaan bervisi jangka panjang yang menjangkau jauh hal-hal yang terduga maupun yang tidak terduga.
Beberapa perencanaan tidak hanya menjadi alat untuk memperbaiki permasalahan yang sudah ada saat ini, tapi juga sebagai penuntun pengembangan kota agar dapat terikat secara hukum sehingga dapat mencapai tujuan dengan visi jangka panjang, strategi, dan prosesnya.

Inovasi yang tidak terbatas adalah hal yang ditunggu-tunggu, atau disebut juga sebagai “peluang desain”.
Sub-urbanisasi, lingkungan perumahan dengan kepadatan rendah yang monokultur, membawa pada penyebaran tidak merata di kota dan menyebabkan komuter jarak jauh, salah satu penyebab kemacetan karena perjalanan dilakukan dengan kendaraan pribadi dan tidak adanya jaringan transportasi umum terintegrasi sehingga permukiman tersebut tidak terlayani dengan baik.

Pengalaman telah menunjukkan bahwa dengan semakin banyaknya jalan dibangun, semakin kemacetan terjadi, karena pembangunan jalan hanya akan meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi dan menjauhi penggunaan NMT serta angkutan umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar