Senin, 31 Januari 2011

4.4.6 Kereta Api Perkotaan

1. Kondisi Eksisting dan Target

Kereta api (KA) menjadi moda transportasi darat utama sejak proklamasi kemerdekaan tahun 1945, namun perannya semkin menurun. Panjang jaringan jalan KA 7.583 km tetapi 2.500 km diantaranya telah ditutup. Pelayanan KA penumpang hanay berada di pulau Jawa dan Sumatera, dengan komposisi kelas eksekutif 15%, bisnis 27% dan ekonomi 59%. KA perkotaan dilayani dengan KA komuter dan hanya tersedia di kota-kota metropolitan Jakarta (Jabodetabek), Bandung (Bandung Raya), Surabaya (Gerbang Kartosusilo) dan Semarang (Kedungsepur). Peran KA perkotaan masih sangat kecil, dimana untuk wilayah Jabodetabek jumlah pengguna perjalanan KA baru mencapai 2-3% dari total perjalanan orang per hari.

Target yang diharapkan dalam pengembangan KA Perkotaan adalah pengembangan MRT berbasis rel (subway dan elevated) yang dapat melayani seluruh kota metropolitan, sehingga menjangkau kota Medan, Palembang dan Makassar pada tahun 2030. KA perkotaan yang ada saat ini ditingkatkan kemampuannya sehingga dapat melayani dengan headway 3 menit per arah pada jam-jam puncak. Koridor BRT di wilayah kota metropolitan yang potensial, berkembang pesat dan lahannya mencukupi dapat dikonversikan menajdi KA Perkotaan.

2. Strategi

Agar di kota-kota metropolitan di Indonesia, KA Perkotaan menjadi primadona, diperlukan startegi yang jelas dalam kurun 20 tahun kedepan

Prioritas 1- Aksesibilitas
Untuk sebagian besar warga masyarakat, bus bukanlah pilihan utama mereka untuk melakukan transportasi, karena hal itu di daerah pusat kota harus disediakan akses pejalan kaki yang menarik menuju stasiun KA Perkotaan yang berada tidak lebih dari 1 km dari pusat kota. Akses bagi pejalan kaki ini dapat dilalui dengan waktu kurang dari 10 menit.

Prioritas 2- Pengembangan Lahan Komersial
Bisnis di sekitar stasiun kemudian ditingkatkan seiring dengan kembalinya ruang publik sebagai akibat dari menurunnya jumlah kendaraan pribadi, sehingga para penumpang dapat menikmati kehidupan perkotaan sebelum ataupun sesudah menaiki kereta.

Prioritas 3- Jaringan
Kota-kota dengan ukuran cukup luas disarankan untuk membangun jaringan sistem MRT yang menjangkau daerah CBD dan menghubungkan permintaan komuter yang bertambah.

Dengan semakin luas dan padatnya jaringan yang dibangun, maka akan menjadi pilihan transit yang menarik, tidak hanya jumlah penumpang yang bertambah, tetapi juga penambahan jumlah penumpang per kilometer. Hal ini diharapkan dapat membuat keuntungan dari sisi penjualan tiket.

Priroitas 4- Efisiensi Investasi
Kebutuhan investasi ditentukan oleh permintaan penumpang dan dengan sejumlah investasi yang mampu dikeluarkan oleh kota.

kebutuhan investasi yang besar tidak sanggup dipikul oleh anggaran belanja kota sendiri, sehingga memerlukan dukungan dari anggaran dari pemerintah pusat, serta sektor swasta, termasuk perbankan.

Dengan sejumlah pendanaan diserap oleh sektor penelitian dan pengembangan, desain dan perencanaan seperti juga desain rolling stocks, terdapat potensi yang cukup besar untuk mengurangi biaya per unit / km jika sistem dimultiplikasi di dalam kota atau di antara beberapa kota (termasuk permintaan ke luar).

Prioritas 5- Kelembagaan
BSTP di bawah Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan pemerintah kota mengambil peran untuk berkoordinasi yang berhubungan dengan persoalan teknis (BPPT, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, dll), keuangan (Kementerian Keuangan), dan perencanaan (Bappenas) juga konstruksi (Kementerian Pekerjaan Umum).

Prioritas 6- Integrasi
Jalur kereta komuter yang sudah ada maupun yang sedang dibangun (seperti MRT Jakarta) ataupun yang baru setengah dibangun (Jakarta Monorel), harus diintegrasikan dengan jaringan, dengan moda yang sudah ada meningkatkan kapasitasnya dan membuat jalur langsung menuju stasiunnya, struktur monorel digunakan ulang untuk struktur yang memiliki elevasi lebih tinggi untuk jaringan mass rapid transit yang lebih luas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar