Senin, 31 Januari 2011

4.4.5 BRT


1 Bus Rapid Transit
1.1 Kondisi dan permasalahan

Bus merupakan alat transportasi massal yang paling banyak digunakan di belahan dunia, namun saat ini keberadaannya tidak selalu mendorong keinginan masyarakat untuk menggunakannya. Untuk situasi di Indonesia, hal ini senderung diakibatkan oleh pelayanannya yang tidak dapat diandalkan, tidak nyaman dan tidak aman.

BRT (Bis Angkutan Cepat) bisa memberikan suatu alternatif layanan terjangkau di kota-kota dan perkotaan yang memiliki koridor demand yang tinggi. Tujuan dari pengembangan BRT di kota-kota di Indonesia yaitu untuk memindahkan manusia dengan massal, cepat, berkualitas tinggi, aman, efisiensi dan murah, dan yang paling penting bukan memindahkan kendaraannya. Penerapan BRT sudah dimulai dengan beroperasinya sistem TransJakarta sejak tahun 2004 dengan menerapkan prinsip lessons learned dari kota-kota BRT di dunia dan sudah saat ini mencapai kapasitas ± 8.000 penumpang/jam/koridor. Jumlah ini masih terbilang sangat rendah dibandingkan kesuksesan penerapan BRT di negara lain seperti di kota Bogota yang mencapai xxx penumpang/jam/koridor. Hal ini lebih disebabkan oleh kemampuan institusional yang belum maksimal. Beberapa kota di Indonesia juga sudah mulai bertahap menuju ke sistem BRT walaupun saat ini masih beroperasi dengan status “system transit”. (lihat pendahuluan angkutan umum).

Visi kedepan diharapkan sistem BRT ini dapat menjadi tulang punggung masyarakat perkotaan khususnya di kota-kota metropolitan dan kota-kota besar. Selain itu setidaknya pada tahun 2030 ada 6 kota di Indonesia yang mampu merencanakan, mengoperasikan dan memelihara sistem BRT berkelas dunia.


Gambar xx: Spektrum evolusi angkutan umum

spectrum evolusi angkutan umum dari sistem tradisional informal transit service (angkot) ke arah BRT yang sepenuhnya. Dimanakah posisi kota-kota Indonesia saat ini dan mau dibawa sampai ke tahap manakah?


1.2 Strategi dan Solusi

Strategi menuju kesuksesan pengelolaan BRT sejalan dengan pengelolaan bis yaitu melalui 4 pilar:
1. Kebijakan yang terarah, tujuan dan strategi pencapaian yang realistis.
2. Struktur sektor angkutan yang patuh terhadap peraturan dan mampu dalam menyediakan layanan yang responsif terhadap permintaan


Gambar xx: Empat pilar keberhasilan pengelolaan bis

3. Kerangka perencanaan dan peraturan yang mampu mencapai tujuan-tujuan kebijakan
4. Adanya perencanana dan regulator yang handal

Proses perencanaan BRT yang terarah secara logis dapat dicapai dalam waktu 12-18 bulan dan bisa dikategorikan dalam delapan tahap . Gambar di bawah ini merangkum keseluruhan tahap tersebut. Namun dari semua tahapan tersebut kunci utamanya yaitu berada di political leadership, tanpa adanya kemauan politik yang kuat dari pemimpin maka akan sulit untuk memenangkan dukungan public.

Isu-isu (prinsip) penting terkait dengan pengembangan BRT:
• Biaya operasional bebas subsidi
• Penentuan koridor tidak saja hanya berdasarkan jumlah populasi dan luas suatu kota, namun berdasarkan (a) analisis demand dikoridor tersebut (b) meminimalkan jarak perjalanan dan waktu perjalanan bagi segmen populasi terbesar (c) dalam beberapa jalur awal hendaknya mengembangkan di kawasan masyarakat menengah ke bawah yang memperlihatkan BRT sebagai daya tarik bagi pembangunan yang positif (d) pengembangan koridor seluruh kota (city-wide) yang akan menstimulasi dukungan politik dan politik
• Rasio pegawai dan jumlah bis harus efisien
• Integrasi yang didukung oleh feeder dan moda transportasi lainnya
• Sistem control terpusat dengan derakat manajemen dan control sistem yang tinggi




Adapaun kendala yang secara umum yang sering dihadapi di lapangan meliputi (1) Kemauan politik, (2) Informasi, (3) Kemampuan institutional, (4) Kemampuan teknis, (5) Pembiayaan (financing), (6) Keterbatasan geografis/fisik.

1.3 Aktion Plan

Gambar berikut ini mengilustrasikan proses perencanaan BRT dari awal sampai akhir dalam waktu hingga 18 bulan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar