Jumat, 28 Januari 2011

4- Komponen- Pejalan Kaki

Semua orang termasuk masyarakat Indonesia adalah pejalan kaki.

Semua kota di Indonesia seperti juga kota-kota lainnya di negara lain telah dibangun agar mampu menciptakan jalinan berjalan kaki jarak pendek dan aksesibilitas pejalan kaki ke tempat kerja dan pasar, serta penyedia jasa dan komunikasi.

Kemampuan sebuah kota agar dapat mampu digunakan untuk berjalan kaki dianggap sebagai salah satu fungsi dasar yang utama dari kota-kota tersebut. Ruang publik perkotaan adalah tempat untuk bertemu, berkomunikasi, dan mengakses tempat-tempat lain yang diinginkan. Moda transportasi untuk jarak pendek yang menyehatkan adalah berjalan kaki. Semakin padat kota yang dibangun, maka semakin mudah pula fasilitas di kota-kota tersebut dapat diakses dengan berjalan kaki sehingga kota menjadi nyaman untuk ditinggali.

Dua hal yang membuat negara ini menuju ke arah yang sebaliknya adalah:
• perkembangan populasi kota yang tidak teratur (urban sprawl) dan pertumbuhan daerah sekitar kota
• pertumbuhan penggunaan kendaraan pribadi yang menghabiskan ruang publik.
Untuk menjawab hal ini, pertama-tama kota-kota di Indonesia perlu menentukan batas-batas yang membatasi kepadatan kota, sehingga jarak yang terbentuk terbilang sedang dan permintaan akan aksesibilitas dapat terpenuhi dengan cara berjalan kaki. Sementara itu, transportasi jarak menengah dan jarak jauh dilayani dengan transportasi umum yang nyaman dan mudah diakses oleh pejalan kaki. Yang kedua, ruang publik di pusat kota harus dikembalikan kepada warga kota selaku pejalan kaki yang paling utama.

Perkembangan yang terjadi beberapa tahun terakhir menjadikan kemampuan kota-kota di Indonesia untuk menjadi tempat yang nyaman bagi pejalan kaki semakin menurun mendekati angka nol. Beberapa trotoar yang masih tersedia umumnya terganggu oleh:
• rambu lalu lintas
• tiang-tiang dan kabel telepon
• tanaman
• papan iklan
• gardu listrik dan telepon
• parkir kendaraan
• pedagang kaki lima
• tempat pemberhentian bus

Terlepas dari hal tersebut, trotoar yang masih dapat digunakan ini biasanya memiliki elevasi yang jauh lebih tinggi daripada jalan, sehingga sulit untuk dinaiki, atau beberapa trotoar juga ada yang tidak sepenuhnya tertutupi sehingga cukup berbahaya untuk digunakan terutama pada malam hari ketika cahaya hanya sedikit.

Warga lain yang masih cukup berani berjalan kaki terpaksa menggunakan bagian jalan yang diperuntukkan bagi sepeda motor dan mobil.
Kota-kota di Indonesia tidak nyaman untuk digunakan berjalan kaki, meskipun demikian kemampuan suatu kota untuk digunakan sebagai sarana berjalan kaki merupakan hak yang berlaku untuk semua orang: kaya atau miskin, muda atau tua. Telah direncanakan untuk memberi perhatian khusus untuk menciptakan (kembali) kemampuan yang baik bagi kota-kota di Indonesia dalam hal berjalan kaki.
Kota-kota di Indonesia akan menjadi kota-kota yang ramah bagi pejalan kaki. Jaringan kendaraan tidak bermotor akan memberikan mobilitas terutama untuk perjalanan jarak pendek bagi semua usia dan kemampuan. Kendaraan tidak bermotor adalah yang paling efektif dan efisien dalam memberikan sasaran kontribusi rendah karbon yang telah dijanjikan oleh pemerintah Indonesia.

Jaringan sepeda dan pejalan kaki menyediakan kesempatan untuk menjangkau tempat-tempat dalam jarak pendek dan juga memudahkan untuk dapat mengakses moda transportasi lain (integrasi koheren). Perhatian akan diberikan bagi keselamatan, kenyamanan, kemudahan akses, dan daya tarik.

Budaya berjalan kaki (dan bersepeda) akan dikembangkan di Indonesia sehingga mencapai 22% (18% berjalan kaki dan 4% bersepeda) dari seluruh pergerakan di Indonesia merupakan pergerakan dengan kendaraan tidak bermotor pada 2030.

Meningkatkan fasilitas pejalan kaki akan menyebabkan berjalan kaki sebagai sarana transportasi utama di kota-kota di Indonesia sehingga menggantikan peran kendaraan pribadi serta moda-moda lainnya yang akan mengurangi:
• kemacetan lalu lintas
• emisi gas rumah kaca
• polusi udara
• kebisingan
• konsumsi energi
• pengeluaran biaya dari sektor transportasi

... dan meningkatkan:
• kesehatan masyarakat
• komunikasi antar warga masyarakat
• atraksi berupa rekreasi dan fasilitas wisata
• bisnis di outlet (tempat) yang berdekatan
• keselamatan
• kemampuan bagi seluruh kota agar enak untuk ditinggali

Infrastruktur untuk kebutuhan pejalan kaki perlu dikembangkan dengan sangat baik sehingga trotoar yang layak dan penyeberangan pejalan kaki yang aman dapat segera tersedia.
Penyeberangan bagi pejalan kaki direncanakan akan dipasang di bagian pertemuan antara trotoar dengan jalan, koneksi langsung ke bagian lain dari area jalan kaki akan dibuat koneksi paling pendek.

Sebagian dari penyeberangan ini akan didukung dengan lampu lalu lintas untuk menjamin keselamatan pengguna termasuk orang tua dan orang berkebutuhan khusus.
Pejalan kaki dari setiap tingkatan harus mendapatkan perhatian khusus dari para operator moda transportasi yang lebih cepat, sebuah tugas yang tidak mudah untuk diterapkan mengingat budaya berkendara yang ada adalah berkendara dengan kemampuan maksimum.
Kampanye tentang pendidikan dan kesadaran publik akan berkontribusi kepada pergeseran pandangan tentang menghormati kelompok masyarakat lemah, seperti juga yang diklaim oleh masyarakat tersebut yang akan ditingkatkan dengan meningkatnya jumlah pejalan kaki.
Pihak-pihak yang berwenang, termasuk para penegak hukum akan membantu mensosialisasikan hak khusus pejalan kaki yang menyeberang atau menggunakan zebra cross.

Tangga untuk jembatan pejalan kaki seringkali tidak mempertimbangkan kemudahan pergerakan pejalan kaki. Jembatan ini akan dikembangkan dengan lebar yang memadai dan aksesibilitas yang nyaman, dengan penerangan yang cukup pada malam hari demi keamanan.

Jika dimungkinkan jembatan pejalan kaki diintegrasikan dengan pengembangan yang bersamaan, menghubungkan yang satu dengan sisi yang lebih atas, menciptakan hubungan di antara struktur yang baru (dan pada akhirnya yang besar yang ada) dan dengan jalur mass rapid transit yang lebih tinggi.

Standar dan pedoman untuk akses ke stasiun transportasi umum akan dikembangkan dengan penekanan atas investasi dalam peningkatan pejalan kaki yang signifikan untuk sekitar 500 meter dari semua stasiun dan terminal utama.

Dengan masalah-masalah yang muncul dalam mengembangkan sistem BRT yang baru di banyak kota di Indonesia, pemerintah akan mengadakan peninjauan ulang dari sisi akses pejalan kaki.
Dengan berhasilnya pengurangan penggunaan mobil dan sepeda motor, ruang jalan akan kembali didapatkan, menjadikan pelebaran jalan untuk pejalan kaki menjadi mungkin.

Kota-kota dengan jalan ramai 3 jalur atau lebih untuk setiap arah akan mengurangi satu jalur dari masing-masing arah dengan tujuan memberikan perlindungan bagi pejalan kaki.
Lebar jalur pejalan kaki 3 meter atau lebih akan lebih nyaman untuk berjalan. Di tempat hal ini mungkin untuk diimplementasikan, harus bersamaan dengan:
• kerb yang lebih tinggi tetapi elevasinya lebih rendah untuk bagian yang dekat dengan persimpangan
• rata, tidak licin, permukaan yang tahan lama dengan kemiringan satu derajat untuk kemudahan drainase
• pelindung (seperti pelindung dari air hujan), misalnya dari pepohonan, layar matahari, struktur tarik, dan shelter.
• furnitur kota, di atas semua bangku.
• terpisah dari arus lalu lintas dengan dibatasi oleh tanaman dan semak-semak.
• pelebaran khusus di persimpangan, tempat masuk parkir, dan warung di sisi jalan
• penerangan jalan yang cukup untuk malam hari

Berjalan kaki tidak lagi dianggap sebagai sarana transportasi untuk kalangan menengah ke bawah. Pemegang kebijakan kota dan staf teknik semakin menyadari kondisi berjalan kaki di kotanya untuk mendapatkan informasi yang penting berhubungan dengan pengambilan keputusan mengenai kebijakan pejalan kaki.

Kota-kota akan mulai menyatukan pola induk pergerakan perkotaan yang mencakup keseluruhan fasilitas pejalan kaki sebagai tulang punggung aksesibilitas perkotaan dan kemampuan kota untuk ditinggali.

BSTP akan membutuhkan Integrated Transport Plan dengan komponen NMT yang signifikan untuk seluruh kota besar di Indonesia. Kota kecil dan menengah akan didorong untuk melakukan setidaknya beberapa bentuk dari ITP sebaik mungkin.

BSTP akan menyediakan contoh perencanaan untuk membantu pemerintah daerah memahami komponen utama dari ITP. Sumber teknis juga akan dibuat tersedia untuk kota-kota, terutama untuk kota-kota yang bersiap-siap untuk ITP pertamanya.
a. Lebar perkerasan minimum standar
Indonesia harus membuat standar lebar minimum perkerasan yang nyaman untuk pejalan kaki. Perkerasan harus cukup luas di lokasi volume tinggi.
b. Desain fitur
Indonesia harus merekomendasikan agar setiap kota mempertimbangkan daftar lengkap fitur desain pada tabel di bawah ini setiap kali investasi besar mengenai infrastruktur pejalan kaki akan dilakukan:

Tabel 1: Komponen Desain Infrastruktur Pejalan Kaki
Kategori Langkah-langkah
Permukaan jalan Permukaan trotoar
Permukaan paving ubin dengan diferensiasi warna
Marka pada perkerasan, terutama pada persimpangan
Drainase
Rambu dan sinyal lalu lintas Rambu khusus pejalan kaki di persimpangan
Peta dan rambu informasi lokal
Rambu atau sinyal petunjuk jalan
Rambu larangan penggunaan trotoar (misalnya untuk kendaraan bermotor).
Plakat peringatan, tanda-tanda sejarah, monumen
Seni dan estetika Hiasan yang menarik perhatian
Dekorasi di daerah pejalan kaki dan di area jalan
Gapura
Banner, pita, balon, bendera tergantung dari posting
Penerangan dan perlengkapan jalan Penerangan jalan
Tempat duduk (baik tempat duduk formal dan informal)
Bollards (bergerak dan permanen)
Tempat parkir sepeda
Pelindung dari cuaca Kanopi di persimpangan
Trotoar terlindung
Penyemprot kabut di daerah bervolume tinggi
Pemandangan dan air Pepohonan, bunga-bungaan, dan tanaman lainnya
Air mancur
Saluran air
Pelayanan umum WC umum
Sumber: Wright, 2005

c. Konteks yang sesuai desain
Mengingat kondisi iklim di Indonesia, harus dipertimbangkan pilihan untuk trotoar yang tertutup dan penyediaan vegetasi sepanjang jalur pejalan kaki.

Dengan kondisi iklim di Indonesia, kota-kota perlu mempertimbangkan opsi untuk membangun trotoar tertutup dan penanaman tanaman di sepanjang jalur pejalan kaki.

Langkah pertama untuk mewujudkan visi adalah usaha demonstrasi kunci strategis di kota-kota di Indonesia, menunjukkan berbagai keuntungan dari kembalinya ruang publik. Selama waktu transisi lebih dari dua dekade ini, beberapa langkah perlu dilakukan untuk mengimplementasikan hal ini kepada masyarakat umum – terutama yang memiliki hak istimewa dalam mengendarai kendaraan pribadi – serta mendapatkan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan perubahan:

Dalam mengembangkan kebijakan pejalan kaki yang baru serta sebagai contoh awal, BSTP dari Kementerian Perhubungan akan membantu kota-kota dalam proses implementasi partisipasi publik untuk mendapatkan ide dan masukan dari warga masyarakat akan kebutuhan rute NMT, desain, dan prioritas investasi. BSTP akan memberikan bimbingan mengenai teknis dan mekanisme yang diperlukan sebagai hasil dari input dari kelompok tertentu yang bertujuan menghasilkan kualitas NMT yang baik.

Kementerian Perhubungan akan membantu kota-kota memahami keuntungan dari berjalan kaki. Khususnya untuk pengaplikasian di pusat perbelanjaan, daerah pelabuhan, dan daerah bersejarah.
Pemerintah pusat akan memberikan pembiayaan yang berupa pinjaman untuk proyek pemerintah daerah yang menyoroti potensi dari pemberlakuan pejalan kaki secara keseluruhan di lokasi tertentu.
Kota-kota didukung untuk mengembangkan jaringan NMT yang dirancang agar ramah terhadap pejalan kaki terutama mengenai ketentuan fasilitas pejalan kaki untuk pelajar / warga sekolah lainnya.
Lima kebutuhan utama untuk jaringan NMT yaitu:
• keterpaduan
• keselamatan
• kenyamanan
• kelangsungan (kemudahan) akses
• daya tarik

Teknik traffic calming akan diterima sebagai standar formal dan pedoman penerapan di Indonesia. Teknik ini khususnya akan diterapkan di daerah permukiman. Ruang bersama (publik) dipertimbangkan sebagai pilihan sementara untuk sebagian besar pusat perbelanjaan di Indonesia dan akan dipromosikan sebagai percontohan.

Pemerintah selanjutnya akan menetapkan inisiasi hari bebas kendaraan secara nasional untuk mendukung lebih banyak kota yang berpartisipasi juga untuk meningkatkan frekuensi hari bebas kendaraan di kota-kota yang telah menjalankannya.

Berjalan kaki sebagai cara paling mendasar dalam melakukan pergerakan mendapat prioritas dalam penambahan fasilitas sehingga memudahkan akses terhadap moda / sarana transportasi lainnya, dari trotoar ke pengumpan bus, BRT, atau MRT. Hal yang sama juga dilakukan untuk menghubungkan jarak berjalan kaki yang paling pendek antar moda yang memiliki permintaan perjalanan paling tinggi untuk menghubungkan stasiun yang satu dengan stasiun lainnya.
Pada kotak di bawah ini disajikan tindakan yang perlu dilakukan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar