Senin, 31 Januari 2011

4.4.2 Paratransit- Angkot

Pertumbuhan jumlah angkot yang beroperasi di beberapa kota di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar (disamping kendaraan pribadi) terhadap beban yang diterima oleh jalan yang berpengaruh pada peningkatan kemacetan lalu lintas, polusi udara dan polusi suara, emisi gas rumah kaca, dan ketidaktertiban tataruang publik yang menyebabkan para pejalan kaki dan pesepeda yang hampir tidak punya ruang untuk bergerak dan berpindah.

Prioritas 1 – Pengorganisasian

Kepemilikan angkot secara pribadi serta pengoperasian secara informal perlu dikurangi dan direorganisasi secara legal dibawah lisensi rute yang diatur oleh badan yang menyediakan jasa layanan rute tersebut. Badan pemilik jasa layanan tersebut perlu asisten manager untuk membantu pengaturan pelaksanaan manajemen angkutan umum, bahkan jika diperlukan perlu mempunyai asisten keuangan untuk lebih mempunyai perusahaan yang sejahtera dan sehat.




Prioritas 2 – Feeder

Angkot dianggap sebagai bagian integral dari komposisi kota, angkot-angkot ini bertindak sebagai pengumpan (feeder) untuk mengumpulkan penumpang dari daerah-daerah untuk selanjutnya terhubung dengan layanan bus/BRT/MRT.

Prioritas 3 – Terpisah “Not Interfere”

Angkot mempunyai rute khusus di mana mereka tidak saling mengganggu atau bersaing dengan rute bus/BRT/MRT atau rute sesama angkot itu sendiri.


Prioritas 4 – “Franchising”

Badan pemilik jasa layanan angkot berwenang untuk mendesain rute sekunder dan menawarkan lisensi terhadap operator-operator angkot untuk menjalankan operasi di rute tersebut. Sebagai persyaratan, operator harus diorganisir sebagai salah satu bagian dari perusahaan dengan struktur manajemen yang aktif dan efektif. Operator yang dianggap memenuhi syarat akan mendapat izin lisensi untuk mengoperasikan angkotnya pada rute yang telah ditetapkan. Criteria penyeleksian ini adalah dalam hal kualitas manajemen pengoperasian dan kondisi armada yang dimiliki, termasuk kinerja dan nilai tariff yang ditawarkan.

Prioritas 5 – Standar Kualitas Pelayanan
a. Kualitas pelayanan dari sistem opengoperasian angkot, harus mencakup 6 hal sebagai berikut :
- Frekuensi bus (headway)
- Tingkat keterisian penumpang pada jam sibuk (occupancy)
- Keselamatan (tingkat kecelakaan)
- Informasi (ketepatan jadwal)
- Keterpaduan (keterpaduan layanan dengan BRT dan MRT)
- Ketersediaan (waktu ketersediaan moda)
b. Audit secara rutin (6 bulan sekali)
c. Adanya sanksi untuk pengoperasian yang tidak sesuai peraturan


Prioritas 6 – Tarif

Tarif angkot ditetapkan sesuai dengan skala tariff yang ditentukan oleh Badan Otoritas Angkutan Umum, sedangkan perusahaan bus dapat mengajukan sendiri permohonan untuk kenaikan tariff bus namun tetap perlu adanya persetujuan dari Badan Otoritas Angkutan Umum tersebut. Untuk rute pergerakan perjalanan utama di daerah perkotaan, akan dilayani oleh angkutan bus formal.
Peraturan yang ditetapkan pada pengoperasian angkot ini terdiri dari :
- Tidak menyediakan pelayanan transfer antar angkot (Non-transferable), lisensi rute terbatas
- Rute eksklusif, terpisah dari rute bus
- Ketetapan untuk hanya berhenti di tempat-tempat pemberhentian khusus yang telah disediakan
- Ketetapan untuk mengeluarkan tiket secara resmi
- Kualitas kendaraan yang masih dalam kondisi baik
- Inspeksi/pemantauan kelayakan kualitas kendaraan yang ketat
Sektor angkot ini telah terbukti sebagai sektor angkutan umum yang paling sulit untuk diatur dan dikelola secara tertib, yang mana sejauh ini sistem kepemilikan dan pengoperasian angkot secara individu lebih menarik dan dirasa lebih menguntungkan, serta didukung dengan kebijakan dan penegakan hokum yang kurang tegas dan jelas.


Prioritas 7 – Dampak Sosial

Implikasi sosial dapat dikatakan sebagai transisi dari kondisi pengoperasian saat ini menuju kondisi yang tertata dan teratur. Tujuannya adalah untuk menyediakan siste pengoperasian angkutan umum yang insntif untuk terlibat dalam sistem operasi legal di bawah lisensi rute yang jelas. Dalam hal ini perlu adanya pertanggung jawaban dalam sistem pelayanan yang ditawarkan, seperti ( kapasitas minimum dari angkot dan frekuensi pelayanannya), tetapi tetap menjamin tingkat keuntungan yang sesuai dan meadai untuk kurun waktu 3 tahun ke depan.

Angkot biasanya akan menikmati hak eksklusif untuk mengoperasikan rute tertentu selama periode dimana ada perlindungan dan jaminan jika terdapat adanya persaingan yang tidak terkendali. Kapasitas yang bergantung dengan jumah demand yang ada dan angkot yang diberi hak untuk mengatur pengumpulan tariff, akan membuka perspektif ekonomi dan operasional pada sistem kebijakan.

Di sisi lain, tekanan mungkin akan berada pada strategi substansial untuk mengurangi jumlah angkot dalam mendukung peralihan sistem transportasi ke angkutan umum yang lebih besar dan formal yaitu bus. Sesuai dengan pertumbuhan jumlah sumberdaya manusia muda potensial yang cukup besar, maka banyak dari mereka bisa diserap ketika kebutuhan untuk operasional sistem bus dibutuhkan.


Prioritas 8 - Perubahan Menjadi Angkutan Umum Formal dan Berlisensi

Akibat adanya sistem pengurangan terhadap pengoperasian angkot dan moda angkutan umum illegal lainnya, maka dalam rangka untuk meminimalisir dampak negative pada operatornya, maka perlu dipahami beberapa hal sebagai berikut :
- Memahami sepenuhnya kepentingan dari berbagai pihak, baik itu legal dan illegal.
- Membangun issu politik yang dapat membantu mengatasi masalah seperti dalam hal kontrol pada transportasi public yang harus transparan melalui sistem kontrak untuk mendapatkan hak beroperasi dan berusaha untuk mengurangi adanya kesempatan untuk melakukan pengoperasian illegal
- Adanya penyebarluasan issue melalui media dan debat public yang dapat diprakarsai oleh lembaga-lembaga yang terkait, seperti BSTP/Departemen Perhubungan
- Menciptakan insentif untuk mengurangi jumlah angkot


Priority – 9 Environtmennt Impact

Selama proses transisi perpindaha moda berlangsung, kendaraan angkot yang sudah tua dapat mendapatkan penggantian mesin baru yang lebih ramah lingkunga, dimana mesin diesel atau pun yang menggunakan bensin lebih menguntungkan jika menggunakan CNG atau LPG, tetapi untuk mini bus yang mempunyai jangka operasi yang panjang untuk pasar, maka kota yang bersangkutan akan mendukung dan memberikan insentif untuk beroperasi.

Strategi yang diharapkan dapat berhasil untuk mengurangi jumlah pengoperasian angkot di koridor utama kota, terdiri dari manajemen lalu lintas kota sebagai berikut :
- Adanya zona khusus bebas angkot “zona bebas angkot” – area yang dibatasi oleh rambu-rambu jalan dimana tidak boleh ada angkot yang diperbolehkan untuk pengangkutan penumpang, baik setiap waktu atau hanya waktu-waktu tertentu
- Adanya “zona bebas parkir angkot” – area dimana sepanjang jalan tersebut angkot dilarang untuk berhenti baik itu untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, baik setiap waktu atau hanya pada waktu-waktu tertentu.
- Adanya “zona berhenti khusus angkot” – auatu area dimana angkot diperbolehkan berhenti baik untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, namun pemberhentiannya telah ditetapkan (halte)
Setiap alat yang digunakan sebagai acuan manajemen lalu lintas, perundang-undangan atau peraturan yang ada harus ketat untuk mendapatkan fokus dan perhatian yang lebih besar, sehingga lebih tertata dan teratur dalam pengaplikasiannya.

Undang-undang transportasi No.22/2009 memberikan penjelasan untuk bagian-bagian tersebut, seperti :
- Halte/ tempat pemberhentian penumpang (Art 143)
- Rute operasi angkutan umum (Art 158)
- Sistem pembayaran tariff (Art167)

Undang-undang Nasional, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah hanya berarti jika pkebijakannya dapat diimplementasikan dan ditegakkan. Hal yang paling penting adalah semua pihak bertanggung jawab dalam implementasi dan penerapan dari kebijakan dan undang-undang yang telah dibuat dengan mematuhi peraturan dengan menunjukan transparansi hokum, menjaga implementasi sesuai dengan porsi kebijakan yang telah diatur, serta proses penegakannya yang tetap konsisten. Setiap adanya ketidaksesuaian dan penyimpangan dengan kebijakan yang telah ditetapkan, maka akan berpengaruh terhadap kepercayaan wwenang dalam kepemimpinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar